Pacitan: Hidden Emerald in Java (part 1)

Pacitan, sebuah kota kecil di ujung terbarat Provinsi Jawa Timur tiba-tiba menjadi fenomenal . Di tahun 2004, putra daerah kota kecil itu menjadi RI 1 pertama yang dipilih langsung oleh rakyat Indonesia. Saya yang waktu itu masih ingusan  gak tahu dimana letaknya. Saya malah mengira Pacitan dengan Pacet (sebuah desa wisata di Mojokerto) itu sama. Hahaha. Perencanaan backpacking kali ini termasuk yang paling lama. 6 bulan bo’! ini dikarenakan pada awalnya didesain buat solo backpacker, lalu ada teman yang minta join jadi diubah lagi. Kemudian pada akhirnya dibuat sekalian jadi ajang reuni. Objek wisata yang pada awalnya hanya beberapa saja ditambah lagi. Prinsipnya kan semakin banyak orang, shared cost yang dibayar setiap orang semakin kecil. Jadi rugilah kalau yang dikunjungi hanya sedikit. Hohoho

DSC_0500 copy

“Selamat Datang di Kota Kelahiran SBY”

Malam sebelum hari H, Bowo dari Pamekasan datang ke Jombang dan bermalam di kos saya. Esok paginya, kami menuju Terminal Madiun untuk bertemu Soir dari Palu. Bus patas menuju Pacitan berangkat jam 1 siang tapi penuh sesak, jadinya kami naik bus kecil menuju Ponorogo kemudian oper bus jurusan Pacitan yang cukup banyak pilihannya dari Terminal Ponorogo. Ponorogo-Pacitan ditempuh kurang lebih selama 3,5 jam karena ada episode ganti ban. Untungnya tempat ngetemnya bagus, jadi bisa nunggu sambil foto-foto. Saat sudah berada di Pacitan, kami memutuskan turun di Pasar Minulyo. Pasar Minulyo ini untuk ukuran suatu pasar tradisional cukup rapi dan fasilitasnya lengkap, musholanya aja ada di bagian depan dan ga kumuh. Kalau pagi pasar ini menjadi pasar biasa tapi kalau malam berganti jadi pusat kuliner. Tapi ya gitu, kebanyakan jualannya penyetan dan mie ayam. Kami memilih makan soto yang kami kira soto pacitan rupanya soto madura biasa.

DSC_0505 copy

Ganti sirkuit, ganti ban

DSC_0504 copy

Kealamian Pacitan

DSC_0513 copy

Denah Pasar Minulyo Pacitan

Setelah kenyang, kami berjalan kaki menuju pusat kota untuk mencari hotel. Hotel pertama yang kami tuju adalah Hotel Pacitan yang terletak di seberang alun-alun, namun sayangnya hanya tersisa satu kamar. Kami balik lagi menuju Jalan Ahmad Yani dan akhirnya terpaksa membooking di hotel Remaja. Saya menghubungi 2 teman saya yang lain yaitu Rahmat dari Bangkalan dan Awang dari Lumajang untuk bertemu di hotel ini. Karena rate kamarnya sangat murah, wajar kalau fasilitas hotelnya biasa saja. Kamarnya lembab dan tempat tidurnya apek. Saat tanya ke resepsionis untuk penyewaan kendaraan juga ga ada, hingga akhirnya kami menyewa mobil dari Hotel Srikandi yang jadi tetangga hotel ini.

 

HARI KE-1

Sesuai dengan itinerary yang saya susun, hari pertama ini akan menyusuri objek-objek wisata di bagian barat dari Kota Pacitan. Sedangkan hari kedua akan menyusuri bagian timur.

1. Pantai Telengria

DSC_0542 copy

Gundukan pasir di bibir pantai

Tujuan pertama kami adalah pantai yang paling dekat kota, yaitu Pantai Telengria. Pantai yang cukup luas ini adalah bagian tengah dari Teluk Pacitan. Pemandangannya hampir sama dengan pantai-pantai di selatan jawa dengan background pegunungan yang meruncing dan ombak yang besar. Disini kami hanya sebentar saja untuk berfoto-foto. Untuk sarapan, kita memutuskan menuju rumah makan Bu Gandos yang cukup terkenal. Jaraknya lumayan dekat dengan Pantai Telengria.

DSC_0548 copy

Pantai Telengria yang lapang

Tiket Masuk Pantai Telengria: Rp 5000/orang + Rp 3000/mobil

DSC_0553 copy

Monumen di Pantai Telengria

2. Goa Tabuhan

DSC_0571copy

Goa Tabuhan

Tujuan berikutnya adalah Goa Tabuhan yang terletak di  Desa Wareng, Kecamatan Punung yang jaraknya kira-kira 40 km dari Kota Pacitan. Nama awalnya adalah Goa Tapen, tapi karena stalaktit-nya saat ditabuh (dipukul) mengeluarkan bunyi seperti gamelan jawa makanya dinamakan Goa Tabuhan. Fakta yang saya temui rupanya ga semuanya bisa berbunyi, hanya beberapa saja di bagian depan goa. Dan saya kira show tentang “bunyi gamelan” ini gratis, rupanya harus bayar Rp 100.000. Untungnya rombongan di belakang kami ada yang bersedia bayar, jadi kami bisa menonton gratis. Hahaha. Semakin masuk ke dalam gua terdapat pertapaan Pangeran Diponegoro dan pengikutnya namun semakin gelap dan lembab karena penerangan yang kurang. Sebenarnya dalam itinerary yang saya susun, setiap orang wajib bawa senter tapi nyatanya hanya saya saja yang bawa dan itupun kecil banget (senter dari powerbank :D). Saya tidak memperkirakan kalo gelapnya itu gelap banget sehingga akhirnya kami menyewa senter. Jalan menuju pertapaan juga naik turun serta licin dan pertapaannya kecil banget sehingga diluar logika aja orang bisa masuk kesitu. Tapi orang zaman dulu kan sakti-sakti jadi sepertinya semuanya jadi masuk akal. Hahaha

DSC_0611copy

Show di Goa Tabuhan, ada sindennya juga lho

DSC_0584copy

Pertapaan Pangeran Diponegoro

Tiket Masuk Goa Tabuhan : Rp 4000/orang + Rp 6000/orang untuk sewa senter

1 2 3